Oleh Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes
Lansia di Indonesia, khususnya yang tinggal di Jawa Timur, menghadapi tantangan besar dalam menjaga kesehatan dan mengelola biaya perawatan kesehatan. Kekhawatiran utamanya adalah rendahnya tingkat literasi kesehatan di kalangan lansia, yang berdampak pada kemampuan mereka mengakses dan memahami informasi penting kesehatan. Sebuah penelitian dilakukan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes., mengungkapkan, terbatasnya literasi kesehatan pada lansia menjadi salah satu faktor yang menghambat mereka dalam menangani pelayanan kesehatan secara mandiri. “Temuan ini konsisten dengan temuan di lima negara Asia Tenggara, di mana rata-rata 55,3 persen penduduknya memiliki tingkat literasi kesehatan yang terbatas,” kata Gilang dalam konferensi pers.
Selanjutnya Ganendra Anugraha, Ph.D., Sp.B.M.M., Subs.C.O.M.(K) juga menunjukkan bahwa faktor usia lanjut, rendahnya pendidikan, dan terbatasnya akses informasi kesehatan berkontribusi terhadap rendahnya literasi kesehatan pada lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lansia dengan tingkat literasi kesehatan yang lebih tinggi cenderung lebih mampu memilih layanan medis yang efisien, mencegah penyakit, dan mengurangi biaya pengobatan yang tidak perlu. “Lansia dengan literasi kesehatan yang terbatas cenderung menghadapi biaya yang lebih mahal. perawatan saat mereka berjuang untuk memahami pentingnya perawatan pencegahan dan mengelola kondisi medis mereka secara lebih mandiri,” tutupnya.

Studi ini juga mengidentifikasi tiga beban finansial penyakit yang dihadapi lansia di Indonesia, terutama mereka yang menderita hipertensi dan masalah mulut dan gigi. Beban tiga keuangan penyakit ini mengacu pada tiga masalah besar pembiayaan kesehatan: pertama, biaya pengobatan darah tinggi, kedua, perawatan gigi yang berkaitan dengan penyakit periodontal, dan ketiga, biaya obat yang harus dikeluarkan untuk pengobatan darah tinggi dan penyakit gigi. peduli. masalah. Menurut Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening, kondisi ini semakin parah karena semakin meningkatnya ketergantungan fisik para lansia sehingga tidak dapat bekerja produktif dan mengandalkan pendapatan keluarga atau pihak ketiga untuk menutupi biaya perawatan. Kebanyakan orang lanjut usia yang mengalami kelemahan atau berkurangnya kemampuan fisik cenderung membutuhkan lebih banyak bantuan dan perawatan, dan karena itu terjebak dalam siklus biaya pengobatan yang terus meningkat.
Temuan penelitian ini semakin menarik karena menunjukkan bahwa literasi kesehatan lansia sangat berhubungan dengan bagaimana mereka mengelola kesehatan mereka, terutama terkait dengan pengelolaan hipertensi dan kesehatan gigi mulut. Lansia dengan literasi kesehatan yang baik lebih cenderung untuk memanfaatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan optimal, yang dapat membantu menurunkan biaya perawatan mereka. Namun, banyak lansia yang tidak memahami bagaimana cara memanfaatkan JKN dengan maksimal, sehingga mereka seringkali memilih perawatan yang lebih mahal dan tidak efisien. Berdasarkan temuan penelitian, hampir 50% lansia yang terlibat dalam studi ini menggunakan BPJS untuk membayar biaya perawatan gigi dan hipertensi mereka, meskipun mayoritas dari mereka juga harus menambah biaya pribadi atau pinjaman untuk menutupi kekurangan pembiayaan.
Berdasarkan hasil analisis biaya, ditemukan bahwa biaya perawatan untuk lansia dengan hipertensi dan gangguan gigi mulut cukup tinggi. Rata-rata biaya perawatan gigi dan hipertensi yang dikeluarkan oleh lansia berusia 60-74 tahun mencapai sekitar Rp 69.406.818 selama dua tahun perawatan. Sebagian besar dari mereka membayar biaya ini menggunakan asuransi swasta, diikuti dengan pembayaran melalui dana pribadi atau pinjaman. Lansia yang lebih tua, terutama mereka yang berusia di atas 75 tahun, mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk perawatan ini, dengan biaya perawatan rata-rata mencapai Rp 67.216.666. Temuan ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pembiayaan, di mana lansia yang lebih tua dan lebih rentan cenderung membayar lebih banyak untuk mendapatkan perawatan medis, sementara lansia yang lebih muda (tapi sudah memasuki kategori middle age) lebih sering menggunakan dana pribadi dan pinjaman.
Temuan lebih lanjut menunjukkan bahwa literasi kesehatan berperan penting dalam memengaruhi pola konsumsi obat dan kebiasaan makan lansia, yang berhubungan langsung dengan kondisi hipertensi dan kesehatan gigi mereka. Lansia yang memahami pentingnya konsumsi obat secara teratur dan menjaga pola makan yang sehat lebih berhasil dalam mengelola kondisi medis mereka dan mengurangi pengeluaran jangka panjang untuk perawatan. Namun, banyak lansia yang tidak memahami pentingnya pola makan sehat atau mengabaikan perawatan gigi, yang berujung pada perawatan lebih lanjut yang memerlukan biaya lebih tinggi. Dr. Ganendra Anugraha mengungkapkan bahwa tingginya biaya pengobatan gigi dan hipertensi ini sering kali menjadi tantangan besar bagi lansia yang tidak memiliki penghasilan tetap atau asuransi yang memadai.
Dengan berbagai temuan ini, tim peneliti menyarankan adanya kebijakan layanan kesehatan terintegrasi yang lebih ramah bagi lansia, terutama dalam hal akses ke layanan pencegahan dan perawatan preventif yang lebih terjangkau. Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening menekankan pentingnya meningkatkan literasi kesehatan di kalangan lansia melalui program edukasi yang dapat membantu mereka memahami pentingnya pencegahan dan pengelolaan penyakit, serta bagaimana memanfaatkan JKN dengan lebih baik. “Peningkatan literasi ini diharapkan tidak hanya mengurangi beban finansial, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup lansia di Indonesia, yang semakin rentan terhadap masalah kesehatan kronis dan kesulitan ekonomi”, ungkapnya di akhir sesi kegiatan pemaparan ilmiah di Universitas Airlangga.
Tentang penulis
Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes adalah dosen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga