Oleh Prof Dr Adioro Soetojo, drg, MS, SpKG(K)
Di dalam bidang Ilmu Konservasi gigi prinsip adhesi atau perlekatan merupakan hal yang sangat penting, karena dengan mengetahui mekanisme perlekatan suatu bahan restorasi maka bahan ini akan dapat melekat dengan baik pada permukaan gigi. Sehingga akhirnya bahan restorasi ini akan bertahan cukup lama di dalam rongga mulut. Oleh karena itu seorang dokter gigi harus memahami mekanisme perlekatan bahan restorasi pada permukaan gigi.
Kekuatan perlekatan yang dihasilkan antara bahan restorasi dengan gigi tergantung dari struktur atom bahan restorasi tersebut, apakah itu keramik, plastik atau logam. Berdasarkan pemikiran ini maka perlu diketahui ikatan atom di dalam bahan restorasi tadi, adanya energi permukaan, pembasahan (wetting), sudut kontak pembasahan (sudut Ø) .
Bahan Dentin Bonding
Di dalam klinik konservasi gigi banyak ditemukan karies / lesi Klas V yang luas, yang telah melibatkan banyak dentin. Pada kasus semacam ini tentunya tidak dapat langsung di tumpat dengan resin komposit, karena resin komposit tidak dapat melekat pada daerah yang basah. Resin komposit bersifat hidrofobik, untuk itu diperlukan suatu bahan resin yang dapat melekat pada daerah yang basah seperti dentin. Resin ini disebut sebagai resin yang bersifat hidrofilik yang umumnya dinamakan sebagai dentin bonding / adhesive resin. Jadi resin ini berfungsi sebagai bahan perantara / intermediate untuk perlekatan bahan restorasi resin komposit dengan permukaa gigi tersebut.
Pada awalnya bahan dentin bonding umumnya berbasis pada resin HEMA (2-hidroksil etil metakrilat), sekitar tahun 1980 an. Namun hingga saat ini Bahan HEMA masih sering digunakan karena mempunyai beberapa sifat-sifat yang unggul, diantaranya, perlekatan yang baik, penetrasinya yang kuat, sifat fik dan mekanisnya baik dan lain sebagainya.
Perlekatan bahan dentin bonding pada jaringan dentin yaitu pada fibril kolagen tipe I yang tersebar secara merata di dalam dentin. Patut diingat bahwa perlekatan dentin bonding pada jaringan dentin bukan pada penetrasinya ke dalam tubuli dentin, karena dentin bonding yang masuk kedalam tubuli hanyalah kurang dari 10 µm, jadi tidak seperti di enamel, penetrasi resin ke dalam porositas enamel hingga sepanjang 80 µm. Perlekatan denting bonding pada fibril kolagen berupa ikatan kimia dan ikatan mekanis. Ikatan kimia berupa ikatan amida / peptida, sedangkan ikatan mekanis berupa masuknya bahan dentin bonding ke dalam rongga nano interfibriler di antara fibril-fibril tersebut.
Prinsip Adhesi dan Struktur Bahan
Di bidang kedokteran gigi, penampilan dari suatu bahan pada umumnya berdasarkan pada struktur atomnya . Ikatan antara atom dapat terjadi secara fisika ataupun secara kimiawi. Beberapa atom atau molekul akan berikatan satu dengan lain secara inter-atomik, sebagai contoh, ketika air dididihkan, dibutuhkan energi untuk mengubah cairan menjadi uap. Jumlah energi yang dibutuhkan untuk maksud ini disebut sebagai penguapan panas (heat of vaporization) (Shen et al., 2013).
Ikatan Primer Antar Atom
Gaya agar supaya beberapa atom dapat saling berikatan disebut kekuatan kohesif. Ikatan antar-atom ini diklasifikasikan menjadi ikatan primer dan sekunder. Ikatan primer ada beberapa tipe yakni, ionik, kovalen dan metalik
Ikatan Ionik
Merupakan tipe ikatan kimia sederhana sebagai hasil atraksi mutual dari atom bermuatan positif dan negatif. Adanya gaya tarik menarik antara ion positif dan negatif. Contoh klasik adalah Na+ Cl–. Atom Cl mempunyai nilai elektronegativitas lebih besar dari pada Na, sehingga akan menarik elektron dari atom Na. Akibatnya Na bermuatan positif dan Cl bermuatan negatif. Disini atom Na mengandung satu valensi elektron pada lapisan kulit sebelah luar. Transfer valensi elektron Na terhadap atom Cl akan menghasilkan senyawa stabil yaitu Na+ Cl–. Contoh ikatan ionik di bidang kedokteran gigi ialah gipsum dan semen fosfat (Sofan et al., 2017). Ternyata ikatan ionik ini banyak ditemukan pada ikatan perlekatan bahan restorasi resin komposit adhesif dengan jaringan gigi (Eko, 2020).
Ikatan Kovalen
Bresnick (2003) menjelaskan, ikatan kovalen yaitu ikatan yang terjadi karena pemakaian pasangan elektron secara bersama (sharing)) oleh dua buah atom. Pada beberapa senyawa kimia, dua elektron valensi akan saling berikatan pada atom-atom yang berdekatan, misalnya H2, valensi atom tunggal setiap hidrogen akan saling berikatan dengan atom lainnya serta membentuk valensi lapisan kulit yang stabil. Ikatan kovalen banyak terdapat pada senyawa organik, misalnya polimer, resin untuk gigi. Ikatan di sini akan membentuk mata rantai sebagai struktur punggung rantai karbon. Atom karbon mempunyai empat elektron valensi yang membentuk konfigurasi lintasan orbit Sp3 hibrid dan dapat distabilisasi dengan kombinasi atom H. Ikatan kovalen ada tiga macam, yaitu ikatan kovalen polar, ikatan kovalen non polar dan ikatan kovalen koordinasi
Ikatan kovalen polar.
Disebut demikian karena apabila sepasang elektron yang dipakai bersamaan tertarik lebih kuat ke salah satu atom.
Ikatan kovalen non polar,
Ikatan inilah yang menghasilkan molekul yang disusun oleh atom sejenis sehingga berat muatan positifnya berhimpit dengan titik berat muatan negatif.
Ikatan kovalen koordinasi,
Sepasang elektron yang dipakai bersama hanya berasal dari satu atom, sedangkan atom lainnya tidak menyumbangkan elektron.
Ikatan Metalik
Ikatan ini dapat dipelajari melalui pemahaman kristal-kristal logam, misalnya emas murni. Struktur emas serta seperti logam-logam lainnya cukup peka terhadap konduktivitas listrik dan suhu serta kemampuan untuk berubah bentuk secara plastis.
Ikatan Sekunder Antar Atom
Tidak seperti pada ikatan primer, ikatan sekunder ini tidak menggunakan pemakaian pasangan elektron secara bersama oleh dua buah atom. Malahan diantara molekul-molekul atau gugusan atom dapat menginduksi gaya polar sehingga menghasilkan tarikan-tarikan di antara molekul tersebut. Contoh sehari-hari yang sering dijumpai di dalam klinik ialah bila seorang dokter gigi mengaduk semen atau meletakkan adonan gips di atas lempeng kaca (glass plate), maka ketika adonan semen dan gips tersebut mengeras, akan terjadi tarik menarik antara molekul adonan semen dan gips dengan lempeng kaca pada daerah antar muka (interface). Kekuatan tarik menarik diantara kedua molekul bahan yang berbeda itu merupakan kekuatan perlekatan atau ikatan sekunder. Ikatan yang terjadi ini agak sulit dijelaskan, namun konsep hidrogen dan ikatan sekunder merupakan dua tipe ikatan antara gelas dan air. Keadaan ini merupakan penjelasan dari prinsip adhesi
Ikatan Hidrogen
Penjelasannya dapat dipelajari melalui konsep molekul air. Pada atom oksigen akan berikatan dua atom hidrogen. Ikatan ini kovalen karena atom O dan H secara bersama-sama memakai pasangan elektron. Akibatnya proton dari atom H akan terlepas dari atom O dan atom ini tidak dilindungi oleh awan elektron. Jadi sisi proton dari molekul air akan menjadi positif Sisi yang berlawanan dari molekul air, dimana elektron mengisi lintasan luar orbit oksigen akan memberikan atom negatif. Dua polar permanen yang ada merupakan representasi molekul yang asimetri Apabila molekul air bercampur dengan molekul air yang lainnya maka atom H positif akan menarik atom O negatif dari molekul yang bersebelahan dan selanjutnya akan membentuk jembatan hidrogen. Polaritas alam ini penting untuk menghitung reaksi antar molekul pada senyawa organik. Di bidang kedokteran gigi digunakan untuk menghitung penyerapan air oleh resin dental sintetik (Anusavice, 2003).
Gaya Vander Walls
Dari penjelasan Shen et al (2013) dan Theodore et al (2018), bentuk gaya Vander Waals ini berdasarkan pada atraksi dipolar, sebagai contoh molekul simetris yang terdapat di gas inert. Disini medan elektron secara konstan selalu berfluktuasi (berubah naik-turun). Secara normal beberapa elektron akan berdistribusi mengelilingi nukleus dan menghasilkan medan elektrostatik di sekitar atom. Akan tetapi medan elektrostatik ini sifatnya fluktuatif sehingga dipolar yang satu akan menarik dipolar lainnya. Keadaan ini dapat menyebabkan gaya antar atom menjadi lemah.
Adhesi dan Perlekatan
Menurut Garg & Garg (2018), beberapa keadaan yang terjadi di dalam ilmu kedokteran gigi umumnya melibatkan fenomena adhesi, sebagai contoh kebocoran mikro yang terjadi pada tepi tumpatan, retensi gigi tiruan lepasan yang melibatkan adhesi antara gigi tiruan dengan saliva dan antara saliva dengan jaringan lunak. Begitu pula perlekatan plak (plaque) atau karang gigi pada permukaan gigi. Apabila terdapat dua substansi bahan yang saling kontak satu dengan lain maka molekul salah satu substansi akan menarik molekul lainnya. Gaya tarik menarik ini disebut adhesi bila kedua molekul tadi berbeda, sedangkan bila kedua molekul tersebut sama maka dinamakan kohesi.
Ikatan mekanis (mechanical bonding), menurut Anusavice (2003) : perlekatan yang kuat dari satu substansi dengan yang lainnya dapat diperoleh dengan cara ikatan mekanis atau retensi. Ikatan ini umumnya lebih baik dari pada gaya tarik menarik antar molekul. Di dalam kedokteran gigi contohnya, penetrasi bahan resin adhesive ke dalam ketidak-aturan mikroskopis suatu permukaan (antara lain, pori-pori, celah, retakan). Resin adhesive yang sangat cair atau semiviskus merupakan bahan yang baik untuk prosedur ini karena kemampuan penetrasinya yang besar. Penyemenan mahkota emas, inlay, onlay, pasak endodontik dan inti logam juga merupakan ikatan mekanis.
Menurut Hanifah et al., 2021 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna kekuatan geser resin komposit bioaktif dengan aplikasi khlorheksidin diglukonat 2% sebelum pengetsaan, NaOCl 5% ditambah EDTA 17% sebelum pengetsaan dan tanpa aplikasi cavity cleanser sebelum dietsa asam. Mereka berpendapat bahwa bahan cavity cleanser mampu melarutkan smear layer, yang pada akhirnya resin komposit akan mudah masuk berpenetrasi ke dalam jaringan gigi.
Peneliti lainnya yaitu Retnani dan Sartika (2015) membuktikan adanya kebocoran tepi bahan bonding generasi V lebih kecil dibandingkan bonding generasi VII. Hal ini disebabkan karena pada bonding gen.V, perlekatan resin komposit dan enamel gigi dimulai dari terbentuknya mikroporositas setelah pengetsaan. Mikroporositas dapat terbentuk sempurna bila permukaan enamel bersih dari smear layer. Sedangkan kondisi ini tidak terjadi pada bonding generasi VII. Jadi dapat diasumsikan bahwa kebocoran tepi ada hubungannya dengan kekuatan perlekatan. Semakin besar kebocoran tepi, maka akan semakin kecil kekuatan perlekatan suatu bahan restorasi.
Hasil penelitian Tanjung (2019) menunjukkan terdapat perbedaan bermakna kekuatan perlekatan geser antara self adhering flowable composite dengan flowable composite dan bahan adhesif self etch, dimana nilai kekuatan geser flowable composite dengan bahan adhesif self etch lebih besar dari pada self adhering flowable composite. Hal ini disebabkan karena flowable composite konvensional tidak mampu berikatan secara kimiawi dengan jaringan keras gigi, sehingga diperlukan suatu sistem adhesif.
Endah et al., (2020) membuktikan bahwa lama pengeringan bahan bonding berpengaruh terhadap keuatan perlekatan geser resin komposit bioaktif. Dalam penelitian ini dilakukan perlakuan untuk kelompok 1 tanpa pengeringan, kelompok 2 dengan pengeringan selama 20 detik, kelompok 3 pengeringan selama 40 detik kemudian untuk kelompok 4 pengeringan selama 60 detik. Hasil yang diperoleh ialah kelompok 3 dengan pengeringan 40 detik mempunyai nilai kekuatn perlekatan lebih besar secara bermakna bila dibanding dengan kelompok 1 tanpa pengeringan. Sedangkan pada kelompok 4 dengan pengeringan 60 detik justru kekuatan perlekatannya semakin menurun. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa kemungkinan pada pengering 60 detik, fibril kolagen mengalami kerusakan / kolaps.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang dokter gigi harus memahami terlebih dahulu dasar teori tentang prinsip adhesi sebelum dia melakukan aplikasi bahan restorasi.
Setiap bahan restorasi mempunyai mekanisme perlekatan pada gigi secara spesifik.
Daftar Pustaka
Anusavice, KJ. 2003. Phillip’s Science of Dental Materials, 11th Ed, WB Saunders Co., Philadelphia-London-Toronto, p: 21-395
Bresnick S. 2003. Intisari Kimia Organik (terjemahan oleh Kotong H), cetakan I, Penerbit Hipokrates, Jakarta, hal : 101 -102
Endah A, Nahzi MYI, Maglenda B,2020: Pengaruh Lama Pengeringan Bonding dengan Bahan Pelarut Aseton terhadap Kekuatan Geser Resin Komposit Bioaktif, Dentin, J Ked Gi, vol IV,No 3, 76
Eko F, 2020. Bahan Adhesif Restorasi Resin Komposit, J KGT, Vol 2, No 1, 8-13
Garg N & Garg A. 2015. Textbook of Operative Dentistry, 3rd Ed, Boydell & Brewer Ltd, Jaypee India, p: 17-45
Hanifah M, Yanuar I,Sherly D, 2021. Perbandingan Kekuatan Geser Resin Komposit Bioaktif Antara khlorheksidin diglukonat 2%, & NaOCl 5% + EDTA 17% Sebagai Cavity Cleanser, Dentin, J Ked Gi, vol V, No 2, 92.
Retnani D & Sartika P, 2015. Evaluasi Kebocoran Tepi Bonding Gen V dan Bonding Gen VII Pada Restorasi Kl V Resin Komposit Mikrohibrid, Stomatognathy (J KG Unej), vol 12 No 2, 38
Shen C, Ralph HR, Josephine F, 2013. Phillip’S Science of Dental Materials, 13th Ed, Elsevier Publ, Philadelphia, p: 21-50
Sofan E, Sofan A, Palaia G, Tenore G, 2017. Classification Review of Dental Adhesive System Ann Stomatol (Roma), 8(2), 1-17
Tanjung S, 2019. Perbedaan Kekuatan Geser Antara Perlekatan Self Adhering Flowable Composite dan Flowable Composite dengan System Adhesif Selfetch Pada Dentin, Sonde (J Sound of Dent), vol 4, No 1, 16
Theodore M, Harold O, Heymann EJ, 2018. Sturdevant’S Art & Science of Operative Dentistry, 5th Ed, Mosby Elsevier Publ, Philladelphia, p: 25-41.
Tentang penulis
Prof Dr Adioro Soetojo , drg, MS, SpKG(K) adalah Guru Besar Ilmu Konservasi Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga.