Oleh Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes
Studi terbaru dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga menyoroti tingginya prevalensi karies gigi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Surabaya, khususnya di wilayah Puskesmas Sememi. Penelitian yang dilakukan Dr. Agung Sosiawan, drg., M.Kes., Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes., Dr. Taufan Bramantoro, drg., M.Kes, dan Aulia Ramadhani, drg., ini menemukan bahwa rendahnya laju aliran saliva menjadi salah satu faktor kunci meningkatnya kerentanan terhadap penyakit gigi tersebut. Penelitian sebagai dasar program pemberdayaan masyarakat ini dilakukan pada 16 responden ODHA dan menunjukkan bahwa sebanyak 56,3% responden memiliki laju aliran saliva yang rendah, yang berdampak pada tingginya indeks Decayed, Missing, and Filled Teeth (DMFT) sebesar 50%. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya perilaku perawatan kesehatan gigi dan akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan gigi.
Wilayah Puskesmas Sememi, yang menjadi lokasi penelitian, merupakan salah satu daerah dengan konsentrasi tinggi kasus HIV/AIDS di Surabaya. Meskipun program penanganan HIV/AIDS telah berjalan dengan baik dalam aspek pengobatan infeksi, studi ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam penanganan masalah kesehatan gigi di kalangan ODHA. Menurut Dr. Agung Sosiawan, drg., M.Kes., program seperti pemberian terapi antiretroviral (ARV) memang berhasil meningkatkan harapan hidup ODHA. Namun, aspek kesehatan gigi belum menjadi prioritas. “Hanya 12,5% dari populasi ODHA yang datang untuk memeriksakan gigi secara rutin,” ungkapnya. Selain itu, edukasi mengenai dampak HIV/AIDS terhadap rongga mulut dan risiko karies gigi masih terbatas. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi, tetapi hal ini tidak diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang kesehatan gigi.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 81,3% responden memiliki pendapatan di bawah upah minimum. Kondisi ini berkontribusi pada rendahnya akses mereka terhadap layanan kesehatan, termasuk kesehatan gigi. Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes., menjelaskan bahwa sosioekonomi yang rendah sering dikaitkan dengan perilaku kesehatan yang buruk.
“Karies gigi sering menjadi cerminan ketidaksetaraan sosial, di mana individu dengan pendapatan rendah memiliki risiko lebih tinggi karena keterbatasan akses terhadap perawatan preventif,” katanya.
Sementara itu, kebersihan mulut yang buruk menjadi faktor utama lain. Studi mencatat bahwa 100% responden memiliki kebiasaan menjaga kebersihan mulut yang kurang baik. “Sebanyak 62,5% responden menyikat gigi dengan cara yang tidak benar, dan mayoritas hanya mendatangi dokter gigi ketika muncul keluhan,” jelas Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes.
Meskipun Puskesmas Sememi telah memiliki program pengobatan dan sosialisasi HIV/AIDS, tantangan dalam menangani kesehatan gigi masih signifikan. Beberapa capaian yang sudah ada meliputi:
- Penyuluhan HIV/AIDS rutin yang menekankan pentingnya kepatuhan terapi ARV.
- Program skrining HIV dan pemeriksaan kesehatan dasar di kalangan ODHA.
- Penyediaan layanan kesehatan gigi secara gratis bagi ODHA meskipun belum diikuti oleh tingkat partisipasi yang tinggi.
Namun, keterbatasan sumber daya, tenaga ahli kesehatan gigi, dan minimnya edukasi spesifik tentang kesehatan mulut bagi ODHA menjadi tantangan tersendiri. Sebagai solusi, para peneliti juga melakukan pemberdayaan di lokasi kepada kader, dan tutut langsung merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk mengatasi masalah ini kepada Dinas Kesehatan Kota Surabaya, antara lain:
- Integrasi layanan kesehatan gigi dalam program HIV/AIDS di Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya.
- Penyediaan pemeriksaan gigi rutin dan edukasi kebersihan mulut sebagai bagian dari perawatan komprehensif ODHA.
- Pelatihan khusus tenaga medis terkait penanganan masalah gigi dan mulut pada pasien HIV/AIDS.
- Penguatan program penyuluhan kepada ODHA mengenai dampak kesehatan mulut terhadap kualitas hidup mereka.
Menurut Agung Sosiawan, drg., M.Kes., langkah-langkah ini perlu didukung oleh kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan tenaga kesehatan. “Peningkatan pemahaman ODHA tentang pentingnya kesehatan gigi akan berdampak signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup mereka,” pungkasnya. Pemberdayaan masyarakat berbasis penelitian ini menegaskan bahwa ODHA memiliki risiko tinggi terhadap karies gigi akibat penurunan laju aliran saliva dan kebersihan mulut yang kurang. Upaya edukasi, intervensi layanan kesehatan gigi, dan integrasi dengan program HIV/AIDS menjadi kunci untuk memperbaiki kondisi ini. Dengan program ini, diharapkan pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mengalokasikan sumber daya yang lebih besar untuk memastikan ODHA mendapatkan perawatan gigi yang layak dan berkualitas.
Tentang penulis
Dr. Gilang Rasuna Sabdho Wening, drg., M.Kes adalah dosen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga