Oleh Noer Ulfah, drg., M.Kes., Sp.Perio(K)
Pendahuluan
Gigi kaninus rahang atas merupakan gigi impaksi yang sering ditemukan dan menempati urutan kedua setelah impaksi molar ketiga. Prevalensi gigi kaninus rahang atas impaksi sekitar 15- 20% dari seluruh kasus gigi impaksi dan impaksi kaninus pada posisi palatal lebih banyak dua kali lipat daripada impaksi kaninus di bukal.1,2 Penyebab terbanyak gigi kaninus impaksi ialah kekurangan tempat sehingga gigi kaninus tidak dapat erupsi.2
Gigi kaninus penting untuk estetika dan merupakan kunci dari gigi-geligi. Gigi kaninus yang impaksi akan mempengaruhi harmonisasi wajah. Pembukaan mahkota gigi kaninus impaksi dengan pembedahan yang sering disebut surgical exposure dan perawatan ortodontik dapat membantu gigi kaninus impaksi erupsi spontan dan bergerak mengikuti lengkung rahang.2 Surgical exposure sebaiknya dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari kelainan pertumbuhan dan perkembangan susunan gigi permanen dan oklusi gigi.3,4
Kasus
Pasien wanita usia 23 tahun datang ke klinik Periodonsia atas rujukan klinik Ortodonsia untuk mengeluarkan gigi taring rahang atas kanan yang tertanam di dalam gusi. Sebelumnya pasien telah dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan gigi tersebut tetapi tidak ada perubahan. Pasien sedang dalam perawatan ortodonsia. Pada pemeriksaan intra oral didapatkan gigi 13 impaksi di labial yang merupakan indikasi untuk dilakukan surgical exposure.
Rencana Perawatan
Fase 1 (dental health education, scaling dan root planning)
Fase 2 (surgical exposure 13)
Fase 3 (maintenance)
Penatalaksanaan Kasus
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, perlu dilakukan persiapan pasien dan persiapan alat bahan. Persiapan pasien, yaitu cek keadaan umum, tekanan darah, dan inform consent.
Tindakan pembedahan
- Asepsis menggunakan povidone iodine 10%.
- Anestesi lokal menggunakan lidokain + adrenalin 2 cc diinjeksikan pada mucolabial fold dan gingiva palatal 13 impaksi.
- Insisi horisontal dilakukan 2 mm di atas permukaan insisal 13 impaksi dan flap dibuka dengan rasparatorium. Apabila insisal 13 telah terbuka, dilanjutkan dengan insisi vertikal.
- Flap dibuka dan dilebarkan kembali dengan rasparatorium. Gingiva yang masih menutup daerah servikal 13 digunting dengan gunting jaringan sampai seluruh permukaan mahkota 13 dapat terbuka.
- Pemasangan button dilakukan setelah pemberian etsa dan bonding pada permukaan palatal mahkota 13. Etsa dibiarkan selama 10 detik setelah permukaan palatal mahkota 13 kering dan terisolasi lalu dibilas dengan air. Bonding diaplikasikan dan dilakukan penyinaran dengan light cure selama 20 detik. Button dilekatkan pada permukaan palatal mahkota 13 dan dikaitkan dengan ligatur ke archwire kawat SS 16×22.
- Flap ditutup dengan interrupted suturing menggunakan benang black silk.
- Pasien diberikan instruksi post operasi, yaitu:
- Sebaiknya daerah yang dilakukan operasi jangan digunakan untuk makan terlebih dahulu.
- Pemberian obat Amoxicilin 500 mg 3×1 selama 5 hari, Asam Mefenamat 3×1 selama 3 hari, dan obat kumur Chlorexidine 0,12%.
- Instruksi untuk kontrol 1 minggu post operasi.
Gambar 1. Insisi horisontal 2 mm di atas permukaan insisial 13 impaksi |

Gambar 2. Flap dibuka dengan rasparatorium |

Gambar 3. Seluruh permukaan mahkota gigi 13 terlihat |

Gambar 4. Button ortodontik dipasang pada permukaan palatal mahkota gigi 13 dan ditarik dengan ligatur |

Gambar 5. Flap ditutup dengan interrupted technique suture |

Hasil
Satu minggu post surgical exposure menunjukkan jahitan masih lengkap dan dalam keadaan baik. Setelah aff jahitan, tampak adanya kemerahan dan sedikit pembengkakan pada gingiva regio 13 disertai rasa nyeri. Satu bulan post operasi masih ada sedikit kemerahan tetapi sudah tidak ada pembengkakan dan pasien tidak merasa nyeri. Dua bulan post surgical exposure, gingiva regio 13 tampak normal dan tidak ada keluhan.
Gambar 6. Gambaran foto panoramik pre surgical exposure13 |

Gambar 7. Pre surgical exposure 13 |

Gambar 8. 1 minggu post surgical exposure 13 |

Gambar 9. 1 bulan post surgical exposure 13 |

Gambar 10. 2 bulan post surgical exposure 13 |

Gambar 11. Gambaran foto periapikal 13 2 bulan post surgical exposure |

Diskusi
Surgical exposure dengan perawatan ortodonti perlu dilakukan pada kasus impaksi kaninus rahang atas karena dapat memicu gigi impaksi erupsi spontan dan bergerak mengikuti lengkung gigi. Surgical exposure merupakan pembukaan mahkota gigi impaksi dengan pembedahan.2 Teknik surgical exposure pada gigi kaninus impaksi, antara lain apically positioned flap dan close eruption technique.2,5,6,7 Apically positioned flap ialah menaikkan posisi flap ke arah apikal yang melibatkan attached gingiva di sekitar gigi impaksi. Erupsi gigi impaksi nantinya akan melalui attached gingiva bukan melalui gingival alveolar.5,6 Close eruption technique, yaitu membuat flap sehingga mahkota gigi impaksi terlihat kemudian dilekatkan braket ortodontik ke permukaan gigi impaksi dan flap dikembalikan menutupi mahkota dan braket tersebut.7
Pada kasus ini, teknik surgical exposure yang digunakan ialah closed eruption technique karena menurut beberapa penelitian teknik ini menghasilkan kondisi jaringan periodontal yang baik di sekita gigi impaksi dan estetika yang baik. Gingiva yang adekuat sekitar mahkota gigi impaksi didapatkan pada closed eruption technique sehingga setelah erupsi didapatkan kontur gingiva dan attached gingiva yang baik. Teknik ini juga tidak menyebabkan reintrusi gigi yang impaksi dalam jangka waktu panjang.2,7
Beberapa kemungkinan yang menyebabkan perlunya pembedahan ulang, yaitu kegagalan erupsi gigi akibat ankilosis, terlepasnya braket atau button ortodontik, terputusnya kawat traksi ortodontik.8
Pada kasus ini, sebelumnya gigi 13 impaksi pernah dilakukan surgical exposure tetapi secara klinis tidak menunjukkan perubahan letak gigi selama kurang lebih 3 bulan post surgical exposure sehingga dilakukan pembedahan ulang. Penyebab dari ketidak berhasilan surgical exposure pertama ialah karena terlepasnya button ortodontik.
Proses penyembuhan luka post operasi secara umum terbagi dalam 3 fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling. Fase inflamasi dimulai saat selesai pembedahan sampai hari ke 5-7 pasca pembedahan. Pada fase ini terjadi proses hemostasis dan fagositosis. Fase proliferasi dimulai pada hari ke 6 post operasi sampai hari ke 21. Pada fase ini fibroblast secara cepat akan memproduksi kolagen. Fase remodeling berlangsung pada hari ke 21 post operasi sampai 1 atau 2 tahun.9
Pada kasus ini, 7 hari post surgical exposure masih berlangsung fase inflamasi yang ditandai dengan adanya kemerahan pada daerah bekas operasi, adanya pembengkakan, dan ada keluhan nyeri apabila tersentuh. Setelah aff jahitan, juga tampak gingiva bekas operasi telah menyatu yang menunjukkan adanya sintesis kolagen sehingga proses proliferasi juga sedang berlangsung.9 Kontrol satu bulan post operasi menunjukkan adanya sedikit kemerahan pada gingiva sekitar 13. Hal ini dikaitkan dengan adanya button ortodontik yang membuat penderita kesulitan untuk membersihkan daerah tersebut sehingga oral hygiene menjadi kurang baik. Akibatnya, terjadi proses inflamasi dalam hal ini ditandai dengan adanya kemerahan.10 Dua bulan post operasi menunjukkan terjadinya proses remodeling yang ditandai dengan pembentukan kembali gingiva yang normal dan tidak ada keluhan dari pasien.9
Nutrisi dan oral hygiene sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka post operasi. Proses penyembuhan luka berbeda pada masing-masing individu.9
Simpulan
Surgical exposure dilakukan dengan teknik closed-eruption, merupakan alternatif terapi untuk gigi kaninus yang impaksi guna menunjang keberhasilan terapi.
Daftar Pustaka
- Peck S, Peck L, Kataja M. Concomitant occurrence of canine malposition and tooth agenesis: Evidence of orofacial genetic fields. Am J Orthod Dentofac Orthop. 2002; 122: 657-60.
- Vincent G. Kokich, DDS, MSD. Surgical and orthodontic management of impacted maxillary canines. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2004; 126 (3): 278-83.
- Bayran M. Bilaterally impacted maxillary central incisors: Surgical exposure and orthodontic treatment: A case report. J Contemp Dent Pract. 2006; 7(4).
- Hutton CE. Oral surgery and hospital procedure for the child patient. 3rd ed. St. Loius: Mosby Co; 1978. P. 570.
- Proffit WR. Contemporary orthodontics. 4th ed. St. Louis: Mosby Co; 2009. P.539-41.
- Jose V, Pascual G, Mariano M. Meridian incision in the impacted maxillary canine the meridian insicion: A technical modification in the conservative surgery of the impacted maxillary canine. J Med Oral Patol or Oral Cir Bucal. 2008; 13 (1): 36-8.
- Becker A, Brin I, Ben-Bassat Y, Zilberman Y, Chaushu S. Closed-eruption surgical technique for impacted maxillary incisors: A postorthodontic periodontal evaluation. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2002; 122: 9-14.
- Daniel C, Lorenzo C, Roberto D. Palatally impacted canines: The double traction technique. J Progr Orthodont. 2007; 8(1): 16-26.
- Morris PJ, Malt RA. Textbook of surgery sec I wound healing. Oxford university press; 1995.
- Yetkin Z, Ozat Y, Goster T. Appropriate oral hygiene motivation method for patient with fixed appliance. J Angle Orthodontist. 2007; 77(6): 1085-9.
Tentang penulis
Noer Ulfah, drg., M.Kes., Sp.Perio(K) adalah staf pengajar Departmen Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga.