Oleh Prof. Seno Pradopo, drg., SU., Ph. D, Sp. KGA, Subsp. KKA(K)
Gizi buruk merupakan gangguan pertumbuhan linear yang tidak sesuai dengan usia akibat malnutrisi. Defisiensi zinc adalah penyebab terjadinya gizi buruk karena efek metabolit GH (Growth Hormone) yang dihambat sehingga sintesis dan sekresi IGF-I (Insulin Like Growth Factor) menjadi berkurang. Berkurangnya IGF-I itulah yang akan menyebabkan terjadinya gizi buruk. Zat gizi memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, baik secara sistemik maupun secara lokal. Pada tahap dini pertumbuhan zat gizi yang dibutuhkan, yaitu protein, kalsium, dan fosfor yang sangat penting pada masa pertumbuhan. Kekurangan protein, kalsium, dan fosfor yang merupakan zat esensial dalam pertumbuhan dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan dan kematangan tulang sehingga dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi. 1,2,3
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Kemenkes RI, 2018) prevalensi gizi buruk di Indonesia tercatat sebanyak 30,8%, Gizi buruk yang terjadi pada masa pertumbuhan merupakan defisiensi nutrisi yang mengakibatkan berbagai permasalahan, salah satunya mempengaruhi waktu erupsi gigi. Erupsi gigi merupakan gerak normal gigi ke arah rongga mulut dari posisi pertumbuhannya dalam tulang alveolar. Data penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pengaruh status gizi terhadap waktu erupsi gigi permanen molar satu mandibular, untuk hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara status gizi dengan erupsi gigi molar pertama permanen siswa kelas 1 SDN di kecamatan wilayah kota administrasi kabupaten Jember. Pada kategori anak yang kurus erupsi giginya cenderung tertunda jika 7 dibandingkan dengan anak yang normal dan gemuk. Status gizi anak dapat diketahui dari hasil IMT/U, dan diperoleh hasil bahwa semakin tinggi nilai IMT anak maka erupsi gigi molar pertama permanennya juga semakin cepat erupsi.5
Kurangnya pengetahuan gizi juga kesehatan pada orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu faktor terjadinya kekurangan gizi pada anak. Orang tua harus dapat membentuk pola makan anak, menciptakan situasi yang menyenangkan dan menyajikan makanan yang menarik untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi anak – anaknya.6 Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang anak. Kebutuhan anak berbeda dari orang dewasa, karena makanan bagi anak, selain untuk aktivitas sehari-hari, juga untuk pertumbuhan. Ketahanan makanan keluarga mempengaruhi status gizi anak. Dampak dari asupan zat gizi yang tidak tepat akan terefleksi pada pola pertumbuhan anak, baik secara umum maupun secara khusus pada erupsi gigi. Status gizi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan perkembangan rahang. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin.2
Jika anak mengidap gizi buruk maka akan berdampak pada proses tumbuh kembang anak dan tidak terkecuali tumbuh kembang maksilofasial anak. Pada anak gizi buruk, dikhawatirkan rahang anak tidak tumbuh dengan maksimal sehingga akan terjadi pemendekan rahang dan bisa menyebabkan kasus maloklusi yang akan disertai gigi geligi yang berdesakan. Hal ini bisa dapat meningkatkan angka resiko terjadinya karies pada anak. Dibandingkan dengan anak normal, anak dengan kondisi stunting memiliki insiden karies gigi yang lebih tinggi, kurangnya aliran saliva, dan keterlambatan erupsi gigi.7
Pada kategori anak yang kurus erupsi giginya cenderung tertunda jika dibandingkan dengan anak yang normal dan gemuk. Hal ini didukung oleh penelitian lain dimana anak dengan malnutrisi khususnya stunting dapat mengalami dampak negatif seperti gangguan pertumbuhan, maturasi tulang, dan keterlambatan erupsi gigi.8,9
Hasil penelitian oleh Diab (2016) menunjukkan anak berusia 5 tahun dengan malnutrisi memiliki rata-rata ukuran lengkung gigi yang lebih kecil daripada anak dengan gizi normal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lubis, dkk. (2021) bahwa terdapat hubungan malnutrisi terhadap pemendekan panjang mandibula pada subjek penelitian 10-16 tahun.
Pada pengabdian masyarakat ini, masyarakat akan diberi penyuluhan tentang dampak gizi buruk terhadap kesehatan gigi anak, sehingga orang tua lebih waspada terhadap dampak yang ditimbulkan oleh gizi buruk dari bidang kesehatan gigi anak. Pada anak yang gizi buruk juga akan diberi asupan makanan bergizi dan edukasi bagaimana untuk mencegah adanya permasalahan pada kesehatan gigi anak seperti maloklusi dan karies. Tujuan program pengabdian masyarakat ini untuk meningkatkan wawasan dan memperbaiki nilai gizi pada anak dengan gizi buruk dapat setelah diberikan penyuluhan dan edukasi pada siswa – siswi SD, ibu hamil, dan kader posyandu.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan gangguan tumbuh kembang gigi dan mulut karena gizi buruk dilaksanakan pada tanggal 22 – 26 Mei 2024, penyuluhan dan pemeriksaan dilakukan di MI Al Fatah, SDN Tambaksari 1, SDN Tangkilsari 2, SDN Jambearjo, MI Romli Afifah dengan target peserta siswa siswi SD. Kegiatan penyuluhan dilakukan di Balai Desa Gunungsari Tajinan Malang dengan target peserta ibu hamil dan kader puskesmas yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2024. Kegiatan dilakukan dari pukul 09.00 sampai dengan 11.30 WIB. Peserta pada kegiatan ini adalah 100 siswa siswi SD dan 35 ibu hamil serta kader puskesmas.
Kegiatan diawali dengan membagikan pretest sebagai survei awal pengetahuan tentang pencegahan gangguan tumbuh kembang gigi dan mulut karena gizi buruk. Kegiatan dilanjutkan dengan edukasi mengenai pencegahan gangguan tumbuh kembang gigi dan mulut karena gizi buruk dengan metode penyuluhan. Selanjutnya, dilakukan sesi diskusi. Kegiatan yang terakhir adalah posttest untuk mengukur pengetahuan peserta setelah diberikan penyuluhan. Pada peserta siswa siswi SD, dilanjutkan sesi pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut.
Berdasarkan hasil pemberdayaan masyarakat terdapat peningkatan pengetahuan menjadi baik pada siswa – siswi SD, ibu hamil, dan para kader puskesmas setelah diberikan penyuluhan tentang pencegahan gangguan tumbuh kembang gigi dan mulut karena gizi buruk. Rata – rata pengetahuan baik meningkat dari 19% menjadi 55% dari 100 total peserta untuk siswa – siswi SD, sedangkan pada ibu hamil dan para kader posyandu tingkat pengetahuan baik meningkat dari 42.86% menjadi 85.71% dari total 35 peserta. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dengan cara memberikan pre-test, melakukan penyuluhan, sesi tanya jawab, dan diakhiri dengan pemberian post-test serta pemeriksaan gigi merupakan kegiatan yang efektif dan efisien untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan gangguan tumbuh kembang gigi dan mulut karena gizi buruk.
Daftar Pustaka
- Alshukairi, H. (2019). Delayed tooth eruption and its pathogenesis in paediatric patient: a review. Journal of Dental Health, Oral Disorders & Therapy, 10(3). https://doi.org/10.15406/jdhodt.2019.10.00486
- Lantu, V. A. R., Kawengian, S. E. S., & Wowor, V. N. S. (2015). HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN ERUPSI GIGI PERMANEN SISWA SD NEGERI 70 MANADO. E-GIGI, 3(1). https://doi.org/10.35790/eg.3.1.2015.6849
- Wiyono, S. (2016). Buku Ajar Epidemiologi Gizi Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Sagung Seto.
- Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan RI, 53(9).
- Zakiyah, F., Prijatmoko, D., & Novita, M. (2017). Pengaruh Status Gizi terhadap Erupsi Gigi Molar Pertama Permanen siswa kelas 1 SDN di Kecamatan Wilayah Kota Administrasi Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(3).
- Yendi, Y. D. N., Eka, N. L. P., & Maemunah, N. (2017). Hubungan Antara Peran Ibu Dalam Pemenuhan Gizi anak Dengan Status Gizi Anak Praekolah Di TK Dharma Wanita Persatuan 2 Tlogomas Kota Malang. Nursing News, 2(2).
- Tedjosasongko, U., Nelwan, S. C., Wahluyo, S., Puteri, M. M., Dewi, A. M., Rahayu, R. P., Ardiwirastuti, I., Ayuningtyas, P., Pramudita, R. A., & Marwah, A. (2023). Analysis of Saliva Composition: Parathyroid Hormone-Related Protein, Total Protein, and Secretory Immunoglobulin A (sIgA) in Rattus norvegicus with Stunted Growth. European Journal of Dentistry, 17(3), 765–770. https://doi.org/10.1055/s-0042-1755558
- Nelwan, S. C., Tedjosasongko, U., Dewi, A. M., & Ayuningtyas P. (2022). ‘Parathyroid hormone-related protein and primary teeth eruption in stunting children’. World Journal of Advanced Research and Reviews, 14(3), pp. 016–021. Available at: https://doi.org/10.30574/wjarr.2022.14.3.0492.
- Indryani, A.L. (2023) ‘Relationship of Nutritional Status with Permanent Tooth Eruption in Primary School-Age Children (6-12 Years) Literature Study Review’, DHeJA: Dental Health Journal of Aceh, 2(1), pp. 30–36.
- Diab, B. S., & Ahmed, Z. S. H. (2016). The Effect of Nutritional Status on Mesiodistal and Bucco-Lingual (Palatal) Diameters of Primary Teeth among Five Years Old Kindergarten Children. Journal of Baghdad College of Dentistry, 28(2). https://doi.org/10.12816/0028240
- Lubis, H., & Tiong, R. (2021). Relationship between nutritional status and mandibular length in subjects aged 10–16 years. Scientific Dental Journal, 5(3). https://doi.org/10.4103/sdj.sdj_32_20
Tentang penulis
Prof. Seno Pradopo, drg., SU., Ph. D, Sp. KGA, Subsp. KKA(K) adalah Guru Besar Ilmu Kesehatan Gigi Anak di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga